Pendapat orang dari luar Toraja:
Beberapa pendapat mengenai asal kata Toraja
yaitu berasal dari istilah yang diberikan oleh orang Bugis Sidenreng (Kerajaan
Sidenreng), yaitu Toriaja. To artinya orang, Riaja artinya sebelah atas atau bagian Utara yang artinya orang
yang berasal dari ketinggian di Utara. Pendapat dari orang Bugis Luwu (Kerajaan
Luwu), yaitu To Riajang. To artinya orang, Riajang artinya sebelah Barat Kerajaan Luwu, jadi To Riajang adalah orang yang berasal
dari daerah sebelah Barat.
Di samping itu ada juga mitos yang hidup
dikalangan orang Toraja sendiri tentang mitos “Lakipadada” yang terdapat di
Kerajaan Gowa. Orang setempat di Gowa memberi sebutan kepada Lakipadada itu
dengan nama Tau Raya (dalam bahasa
Makassar, tau=orang, raya=timur). Sehingga menamakan pula
tempat asalnya sebagai orang Tana Tau
Raya oleh orang Gowa, Toraya kemudian menjadi Tana Toraja yang dikenal sekarang
ini.
Pendapat orang Toraja:
Sebelum kata Toraya atau Toraja dipergunakan untuk daerah yang sekarang dinamakan Kabupaten
Tana Toraja dan Toraja Utara, sebenarnya dulu adalah suatu negeri yang berdiri
sendiri dan dinamakan “To untongkonni
lili’na lepongan bulan gontingna matari’ allo”, artinya orang yang mendiami
wilayah yang bulat dalam cakupan bulan dan matahari, atau “To basse lepongan bulan matari’ allo”, artinya orang yang berikrar
sebagai satu persatuan dalam satu wilayah yang bulat yang dilingkupi bulan dan
matahari.
Pendapat lain menamakan Tondok lepongan bulan tana matari’ allo yang
artinya negeri yang membentuk pemerintahan dan kemasyarakatannya merupakan
kesatuan yang bulat/bundar bagaikan bentuk bulan dan matahari.
(Ukiran Pa' Bareallo)
Adanya nama Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo tersebut bersumber dari
terbentuknya negeri itu dalam suatu kebulatan/kesatuan tata masyarakat yang
berdasarkan:
- Persekutuan dan kesatuan berdasarkan satu agama/kepercayaan yaitu Aluk To Dolo, dengan suatu aturan yang bersumber dari satu sumber yaitu di negeri Marinding Banua Puan yang dikenal dengan Aluk Sanda Pituna (aturan/agama 7777) atau Aluk pitung sa’bu pitung ratu’ pitung pulo pitu (aturan tujuh ribu tujuh ratus tujuh puluh tujuh).
- Terbentuknya negeri tersebut berasal dari beberapa daerah adat dan budaya atau beberapa wilayah Adat, dengan satu sumber yang memancar bagaikan sinar bulan dan matahari.
Toraja terkenal dengan mottonya atau “Basse dipamatua langi’ panda dipamatua tana”
(bersumpah atas nama langi’ dan bersumpah atas nama bumi) yaitu: “Misa’ kada dipotuo, pantan kada dipomate, rokko
komi tang maratoi bombang, diongmi tang tu’pe daunna” (Rokko komi tang maratoi bombang, diongmi tang tu’pe daunna artinya
ikut berpartisipasi tidak akan tersentuh gelombang keras, turun bersama tidak
akan membuat celaka), yang terkenal sampai saat ini adalah “Misa’ kada dipotuo pantan kada dipomate” yang artinya sama dengan
“bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”.
Motto ini muncul ketika Perang antara Suku
Bugis (Bone) dan Suku Toraja untuk mencegah Raja Bone menguasai wilayah Toraja
yang diceritakan dalam suatu kisah kepahlawanan orang Toraja yang disebut To Pada Tindo (orang yang bermimpi yang
sama) “Untulak buntunna Bone, unnula’ To sendana
bonga” (menentang pengaruh dan kekuasaan Bone).
To
pada tindo ini berjumlah 122 orang yang berasal dari
berbagai daerah di wilayah adat Toraja, dan yang diwakili oleh Ketua Adat dalam
setiap Tongkonan. (Kata Tongkonan berasal dari kata ‘Tongkon’ yang artinya duduk, mendapat akhiran ‘an’ maka ‘Tongkonan’
adalah ‘tempat duduk’, juga berarti tempat yaitu rumah adat Toraja atau Rumah rumpun
keluarga).
Sumber buku referensi tulisan di atas:
Aziz Said, Abdul. Toraja: Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional, Yogyakarta: Ombak,
2004.
Tangdilintin, L. T. Toraja dan Kebudayaannya, Tana Toraja: Yayasan Lepogan Bulan (YALBU),
1981.
Sarira, Y.A (dianalisis). Rambu Solo’ dan Persepsi Orang Kristen
Tentang Rambu Solo’, Rantepao: Pusbang Gereja Toraja, 1996.
Kurre Sumanga', Puang Matua umpassakke ki' massola nasang,
Salama'...